Penjelasan Polda Papua soal Pembunuhan Yus Yunus yang Diamuk Massa di Nabire

Dilansir dari laman FAJAR.CO.ID, MAKASSAR– Kepolisian Daerah (Polda) Papua terus melakukan penyelidikan atas kasus penganiayaan yang menyebabkan supir truk, Yus Yunus (25) meninggal dunia di jalan Trans Papua Nabire-Enarotali, Kampung Ekimani Distrik Kamu Utara, Kabupaten Dogiyai, Minggu, (23/2/2020).
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ahmad Musthofa Kamal menjelaskan, kronolgi kejadian yang berakhir dengan penganiayaan yang dilakukan warga setempat terhadap sopir asal Kabupaten Polman, Sulawesi Barat tersebut.

“Kasus itu berawal dari korban yang pertama, warga Papua mengendarai sepeda motor dan menabrak seekor babi. Terus kemudian terpental mengenai bagian truk,” kata Kamal saat dikonfirmasi via telepon fajar.co.id, Jumat (28/02/2020).
Sopir truk yang melapor ke Polsek Kamu, kemudian diantar kembali ke lokasi kejadian untuk melakukan olah TKP. Hanya saja, warga setempat sudah salah paham dan mengira truklah yang menambrak pengendara motor beserta seekor babi.
“Kemudian, salah paham dari masyarakat setempat terhadap proses penegakan hukum. Wakapolsek Kamu dan anggotanya datang ke TKP mendapat perlawanan dari warga. Bahkan memblokir jalan lintasan baik ke arah Nabire maupun sebaliknya, akibatnya truk aparat kepolisian tidak bisa membawa kembali pulang pengguna truk itu,” lanjutnya.
Kamal juga menampik, jika personil kepolisian melakukan pembiaran saat warga menganiaya Yus Yunus. Saat ini, beberapa personil kepolisian juga menjadi korban dari warga setempat.
“Kita tahu soal video yang beredar dan viral, ada satu shit yang dari jauh dan satu dari dekat truk, terlihat beberapa rekan-rekan kami jadi korban penganiayan ketika melindungi sopir truk yang jadi korban. Jadi tidak serta merta bahwa korban sopir truk itu dilakukan pembiaran oleh aparat kita,” ucap Kamal.
Kepada warga luar Papua, Kamal meminta pemahaman soal situasi dan kondisi masyarakat kita di Papua. Terutama kultur kondisi keterbelakangan dan pemahaman hukumnya masih rendah.
“Tidak semua masyarakat di sini menyelesaikan pendidikan di tingkat SD, SMP maupun SLTA. Masyarakat di Papau sendiri itu, ketika mendengar letusan senjata, bukan takut atau lari. Malah mendekat dan mengejar anggota yang memegang senjata. Jadi itu tidak serta merta itu menyelesaikan masalah,” kata Kamal.
Menurut perwira berpangkat tiga bunga ini, sebagian masyarakat Papua masih menganut hukum rimba.
“Salah satu pelaku penganiayaan bahkan bilang kalau satu nyawa harus dibayar satu nyawa, kan ini masih pakai hukum rimba. Sedangkan hukum nasional kita tidak begitu, siapa yang berbuat itu yang harus bertanggung jawab bagaimana prosesnya sengaja atau tidak harus diproses,” sebutnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Buruh Pendukung Jokowi akan Demo Besar Tolak Omnibus Law

Kekhawatiran coronavirus tidak terdeteksi di Indonesia

Kedutaan besar negara Barat cemas dengan penanganan virus corona di Indonesia